Dalam ajaran Islam, aqiqah adalah salah satu ibadah sunnah yang dilakukan untuk menyambut kelahiran anak, biasanya dengan menyembelih hewan (kambing atau domba) pada hari ketujuh setelah kelahiran, mencukur rambut bayi, dan memberi nama. Meskipun aqiqah bersifat sunnah muakkad (sangat dianjurkan), tidak melaksanakannya tidak serta merta mendatangkan dosa, tetapi ada beberapa kerugian atau konsekuensi yang bisa dipertimbangkan dari sudut pandang spiritual dan sosial:
- Kehilangan Pahala Sunnah: Melaksanakan aqiqah mendatangkan pahala karena merupakan bentuk syukur kepada Allah atas anugerah kelahiran anak. Jika tidak dilakukan, maka peluang untuk mendapatkan kebaikan ini hilang.
- Manfaat untuk Anak: Dalam beberapa hadis, aqiqah dianggap sebagai tebusan atau perlindungan bagi anak. Misalnya, ada anggapan bahwa aqiqah dapat “membebaskan” anak dari gangguan atau sebagai bentuk doa untuk keselamatan dan keberkahan hidupnya. Tanpa aqiqah, manfaat simbolis ini tidak tercapai.
- Tradisi dan Sosial: Di banyak masyarakat Muslim, aqiqah juga menjadi momen berbagi kebahagiaan dengan keluarga, tetangga, atau fakir miskin melalui pembagian daging. Jika tidak dilaksanakan, bisa kehilangan kesempatan untuk mempererat silaturahmi dan berbagi rezeki.
- Keteladanan Nabi: Rasulullah SAW melaksanakan aqiqah untuk cucu-cucunya, seperti Hasan dan Husain. Tidak melaksanakan aqiqah berarti melewatkan kesempatan untuk mengikuti sunnah Nabi.
Namun, perlu dicatat bahwa aqiqah tidak wajib, sehingga jika seseorang tidak mampu secara finansial atau ada kendala lain, tidak ada hukuman atau dosa yang ditimpakan. Yang terpenting adalah niat dan usaha untuk bersyukur atas kelahiran anak dengan cara apa pun yang sesuai kemampuan. Jika ada kekhawatiran khusus, konsultasi dengan ulama atau ahli agama bisa memberikan pandangan lebih jelas sesuai konteks Anda.
Tinggalkan Balasan